Biografi Jendral Sudirman
Jendral Sudirman merupakan Jendral pertama yang diangkat sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jendral ini lahir di desa Bodas Karangjati, Rembang Kabpupaten Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1916. Ia lahir dari seorang ibu bernama Siyem dengan ayahnya, Karsid Kartawiuraji. Menurut catatan Soedirman lahir pada hari Minggu pon di bulan Maulud dalam penanggalan Jawa. Namun ia lama tinggal bersma pamannya , Raden Cokrosunaryo, setelah ia diadopsi. Cokrosunaryo sendiri adalah seorang Camat. Setelah Raden Cokrosunaryo pensiun Soedirman ikut dengan keluarganya ke Manggisan, Cilacap. Di tempat inilah ia tumbuh besar. Ia memiliki adik bernama Muhammad Samingan. Karsid ayah soedirman meninggal saat Soedirman berusia enam tahun. Kemudian ibunya Siyem menitipkan kedua anaknya kepada saudara iparnya.
Waktu kecil ia tergolong anak yang cakap, memiliki ketekunan dalam hal beribadah. Bahkan sewaktu ia sekolah ia aktif dalam kegiatan kepanduan yang saat itu di jalankan oleh organisasi Muhamadiyah. Menginjak sekolah menengah, bakat Sudirman dalam memimpin dan berorganisasi semakin jelas terlihat.
Ia adalah seorang Jendral namun profesi guru lah yang pertama kali ia jalankan. Tercatat pada tahun 1936 ia menjadi guru pada sekolah dasar Muhamadiyah. Kegitatan ia menjadi guru berlangsung sampai pada tahun 1944. Selain menjadi guru pada sekolah dasar, Beliau aktif dalam organisasi Muhamadiyah, bahkan ia pernah didapuk menjadi pemimpin kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Awal karir dalam militer ia awali saat ia bergabung dalam tentara Pembela Tanah Air atau yang lebih dikenal dengan PETA. Dalam Jajaran Tentara PETA ia diangakat menjadi Komandan Batalion di Banyumas. Selama menjabat ia dan anggotanya sering melakukan pemberontakan, sehingga ia diasingkan ke Bogor.
Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Dalam tugasnya ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukan di bawah Soedirman kemudian dijadikan bagian dari divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemoharjo, dan Soedirman bertanggungjawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangka Oerip yang telah lama berada di militer menjadi kepala staff. Saat menungggu pengangkatan resmi, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, sehingga ia diangkat menjadi Panglima Besar pada tanggal 18 Desember 1945.
Sejak diangkat menjadi Panglima Besar, Soedirman menjumpai beberpa peristiwa penting seperti Pemberontakan PKI pada tahun 1948 dan menjadi saksi berbagai tindakan kolonial yang akan kembali menjajah tanah air Indonesia.
Soedirman menjadi berpenyakitan, derita tuberkulosis-nya yang terjai pada dirinya menyebabkan paru-paru kanannya dikempeskan. Hal tersebut terjadi pada bulan November tahun 1948.
Peristiwa Agresi Militer II dari Belanda yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948, menyambut Soedirman sepulangnya dari perawatan Rumah Sakit. Aggresi Militer II tersebut bertujuan menduduki kota Yogyakarta. Untuk menghadapi pasukan Belanda, Soedirman beserta anak buahnya dan tim Dokter melakukan perlawanan dengan sistem perang Gerilya. Perang Gerilya ini dilakukan selama tujuh bulan. Pusat komando sementara di pusatkan di Sobo, dekat Gunung Lawu. Soedirman mengkomandoi kegiatan militer di pulau Jawa termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Derita penyakit TBC membuatnya pensiun dan pindah ke Magelang. Ia wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Makamnya terletak di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Waktu kecil ia tergolong anak yang cakap, memiliki ketekunan dalam hal beribadah. Bahkan sewaktu ia sekolah ia aktif dalam kegiatan kepanduan yang saat itu di jalankan oleh organisasi Muhamadiyah. Menginjak sekolah menengah, bakat Sudirman dalam memimpin dan berorganisasi semakin jelas terlihat.
Ia adalah seorang Jendral namun profesi guru lah yang pertama kali ia jalankan. Tercatat pada tahun 1936 ia menjadi guru pada sekolah dasar Muhamadiyah. Kegitatan ia menjadi guru berlangsung sampai pada tahun 1944. Selain menjadi guru pada sekolah dasar, Beliau aktif dalam organisasi Muhamadiyah, bahkan ia pernah didapuk menjadi pemimpin kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Awal karir dalam militer ia awali saat ia bergabung dalam tentara Pembela Tanah Air atau yang lebih dikenal dengan PETA. Dalam Jajaran Tentara PETA ia diangakat menjadi Komandan Batalion di Banyumas. Selama menjabat ia dan anggotanya sering melakukan pemberontakan, sehingga ia diasingkan ke Bogor.
Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Dalam tugasnya ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukan di bawah Soedirman kemudian dijadikan bagian dari divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemoharjo, dan Soedirman bertanggungjawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangka Oerip yang telah lama berada di militer menjadi kepala staff. Saat menungggu pengangkatan resmi, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, sehingga ia diangkat menjadi Panglima Besar pada tanggal 18 Desember 1945.
Sejak diangkat menjadi Panglima Besar, Soedirman menjumpai beberpa peristiwa penting seperti Pemberontakan PKI pada tahun 1948 dan menjadi saksi berbagai tindakan kolonial yang akan kembali menjajah tanah air Indonesia.
Soedirman menjadi berpenyakitan, derita tuberkulosis-nya yang terjai pada dirinya menyebabkan paru-paru kanannya dikempeskan. Hal tersebut terjadi pada bulan November tahun 1948.
Peristiwa Agresi Militer II dari Belanda yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948, menyambut Soedirman sepulangnya dari perawatan Rumah Sakit. Aggresi Militer II tersebut bertujuan menduduki kota Yogyakarta. Untuk menghadapi pasukan Belanda, Soedirman beserta anak buahnya dan tim Dokter melakukan perlawanan dengan sistem perang Gerilya. Perang Gerilya ini dilakukan selama tujuh bulan. Pusat komando sementara di pusatkan di Sobo, dekat Gunung Lawu. Soedirman mengkomandoi kegiatan militer di pulau Jawa termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Derita penyakit TBC membuatnya pensiun dan pindah ke Magelang. Ia wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Makamnya terletak di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
0 Response to "Biografi Jendral Sudirman"
Post a Comment