Mengenal Gus Dur
Kiai Haji Raden Bagus Abdurrahman Wahid
adalah namanya, namun sering dikenal dengan sebutan "Gus Dur". Pernah
menjabat Presiden Republik Indonesia yang ke-empat, ini merupakan putra dari
seorang pejuang tokoh besar dan pejuang bangsa Indonesia, K.H. Wahid Hasyim.
Ayahnya Gus Dur adalah menteri Agama pertama RI. Sedangkan sang ibu Gus Dur,
Sholehah, adalah putri dari K. H. Bisri Syansuri yang juga tokoh besar dan
pendidir Nahdatul Ulama.
Masa kecil Gus Dur di habiskan di kawasan
Menteng, Jakarta. Ia bersekolah di SD Umum, les private bahasa Belanda dan
musik klasik dengan seorang berkebangsaan Jerman yang telah masuk Islam. Saat
Gus Dur menginjakusia lima tahun, ia sudah dapat membaca Al-Quran dengan baik
berkat bimbingan dari kakeknya, K. H. Hasyim Asy'ari, pendiri pesantren Tebu
ireng.
Saat masih duduk di bangku SD, Gus Dur
telah kehilangan ayahnya yang meninggall pada bulan April 1953, dalam sebuah
kecelakaan mobil ketika hendak meresmikan sebuah madrasah di Jawa Barat. Gus
Dur yang turut dalam mobil tersebut selamat.
Setamat SD, Beliau melanjtkan ke Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Tanah Abang Jakarta. Ia kemudian pindah ke
Yogyakarta agar dapat lebih dekat dengan nuansa agama. Ia tinggal di rumah kos
milik H. Junaedi seorang guru SMEP yang menjadi pemimpin organisasi
Muhammadiyah. Setiap pagi, ia belajar mengaj pada KH. Ma'sum di Pesantren
Krapyak Yogyakarta. Jika malam, ia belajar dan berdiskusi dengan H. Junaedi
serta anggota-anggota Muhammadiyah lainnya.
Namun, ia harus menghapus cita-citanya
menjadi tentara karena sejak usia 14 tahun ia harus mengenakan kacamata.
Di Yogyakarta, Gus Dur yang gemar membaca
ini melalap berbagai bacaan termasuk karya-karya sastrawan kelas dunia dalam
edisi bahasa inggris.
Kemudian selepas SMEP, Gus Dur pindah ke
Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Dilanjutkan pindah ke Pesantren
Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Di sini, ia mendalami Al-Quran, tauhid, tafsir,
fiqih, tasawuf, sejarah, nahwu-sharaf dan juga mengajar di Sekolah Muallimat di
Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Ketika itu Gus Dur berusia 19 tahun.
Pada usia 22 tahun, Gus Dur melanjutkan pendidikan ke Universitas Al Azhar,
Kairo, Mesir. Saat kuliah di Mesir ia menikahi Sinta Nuriyah, salah satu
muridnya di sekolah Muallimat. Dari perkawinannya ia dikaruniai empat orang
putri, yaitu Alias Qortrunnada (Lisa), Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny), Anita
Hayantunnufus (Nufus), dan Inayah Wulandari (Ina).
Sebelum menyelesaikan kuliahnya di
Universitas Al-Azhar Kairo Mesir Gus Dur memutuskan pindah ke Irak untuk
menimba ilmu di Deoartement of Religion Baghdad University. Sekembalinya ke
tanah air ia menjadi dosen sekaligus dekan di sebuah Fakultas Usluhuddin,
Universitas Hasyim Asy'ari, Jombang Jawa Timur.
Dalam hal karir politiknya dimulai ketika
Gus Dur menjabat Sekertaris Syuriah dalam struktur kepengurusan Organisai PBNU
pada tahun 1980. Pada tahun 1984, dalam Muktamar NU di Asembagus, Situbondo,
Jawa Timur, Gus Dur terpilih menjadi Ketua PBNU. Sejak itu ia terpilih lagi
selama tiga periode berturut-turut, yaitu dari tahun 1984 sampai 1999. Dan
setelah satu bulan menjadi Presiden RI, pada Mukhtamar NU ke 30 di Kediri, Jawa
Timur, beliau menyerahkan kepemimpinannya di PBNU.
Gus Dur adalah tokoh agama, budayawan,
penulis dan pejuang demokrasi dan HAM dan pembela pluralisme agama. Untuk hal
tersebut ia berani bersikap kritis terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia. Bahkan
ketika ia sudah menjabat Presiden RI, Gus Dur sering mengeluarkan pernyataan
yang sulit dipahami oleh berbagai kalangan. Salah satu contohnya , pernyataan
yang mengatakan bahwa DPR periode 1999-2004 seperti anak TK (Taman
Kanank-kanak). Tentu membuat banyak anggota DPR merasa di lecehkan.
Suasana reformasi yang masih hangat,
kurangnya dukungan di parlemen, kurangnya kesadaran demokrasi pada masyarakat
dan beberapa faktor lain membbuat stabilitas politik, keamanan kurang
stabil.sehingga mendorong Gus Dur harus turun dari jabatan presiden sebelum
masa jabatannya berakhir pada tahun 2004.
Puncaknya saat Gus Dur harus mengeluarkan
dekrit pada hari senin, 23 Juli 2001, yang dalam sejarah itu merupakan dekrit
kedua setelah dekrit pertama yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun
1959.
Adapun isi dekrit Presiden Gus Dur adalah
1. Pembekuan MPR dan DPR RI serta Partai
Golakar
2. Pemilu dipercepat.
Dekrit tersebut dimaksudkanuntuk meredam
gejolak politik saat itu. Namun dekrit tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
tidak disahkan Oleh Mahkamah Agung. Akibat dari hal tersebut MPR menggelar
Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden. Akan tetapi, Gus Dur
saat itu menoloak untuk hadir dengan anggapan sidang tersebut tidak
konstutusional.
Ketidak hadiran in justru mempercepat MPR
dalam memutuskan untuk mencabut mandatnya sebagai Presiden dan langsung
mengangkat Wakil Preside Megawati Soekarnoputri menggantikan posisinya sebagai
Preiden Republik Indonesia yang kelima sekaligus melantik Hamzah Haz sebagai
wakilnya.
0 Response to "Mengenal Gus Dur"
Post a Comment