Ali bin Abi Tholib Sang Pedang Allah

A.Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib lahir di kota Mekah pada tahun 602 M. Ali bin Abi Thalib adalah anak paman Nabi Muhammad yang bernama Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Abu Thalib bin Abdul Muthalib sangat berjasa pada awal perjuangan Islam. Abu Thalib bin Abdul Muthalib  selalu melindungi Nabi Muhammad dari usaha-usaha jahat kaum Kafir Qurays . Abu Thalib bin Abdul Muthalib adalah kakak ayah Nabi Muhammad, Abdullah bin Abdul Muthalib. Ibu Ali bin Abi Thalib bernama Fatimah binti As’ad.
Sebagaimana Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib adalah keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan terhormat dan terpandang sehingga disegani di kalangan kaum Qurays.
Sejak kecil Ali bin Abi Thalib hidup dan tinggal dengan keluarga Rasulullah. Ia saudara sepupu Nabi Muhammad. Pada saat Rasulullah diangkat menjadi Rasul, ia termasuk orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak-anak. Karena memang pada saat Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasulullah, Ali bin Abi Thalib baru berusia 8 tahun.
Sejak usia 6 tahun, Ali diambil oleh Rasulullah untuk diasuhnya. Ini sebagai balas jasa Rasulullah kepada pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib yang telah merawatnya sejak kecil. Pamannya inilah yang selalu melindungi Rasulullah dalam berdakwah.
Ali bin Abi Thalib hidup dan tinggal bersama keluarga Rasulullah. Ia mendapat pendidikan yang baik dari Rasulullah. Sikap dan kepribadiannya sangat berbeda dengan kalangan orang jahiliyah pada umumnya. Ali bin Abi Thalib selalu berkata jujur, senang membantu orang lain dan tidak pernah menyembah berhala. Jiwa sosial, budi pekerti yang mulia, disiplin, dan rasa kasih saying terhadap sesame telah ditanamkan Nabi Muhammad kepada Ali bin Abi Thalib sejak kecil. Dengan bimbingan dan pendidikan dari Nabi Muhammad tersebut, Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang cerdas, berbudi luhur dan kaya ilmu pengetahuan.
Rasulullah menikahkan Ali bin Abi Thalib dengan putri kesayangannya bernama Fatimah Az Zahra. Dari pernikahannya ini lahirlah Hasan dan Husain. Maka Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dengan panggilan Abul Hasan.
Ali bin Abi Thalib  diangkat menjadi  Khalifah menggantikan Usman bin Affan yang meninggal karena peristiwa pemberontakan. Ia memerintah selama lima tahun yaitu dari tahun 35-40 H atau 656-660 M. Ia khalifah terakhir atau keempat. Setelah beliau meninggal, pemerintahan Islam dijalankan dengan sistem kerajaan yang turun temurun. Penentuan pemimpin tidak berdasarkan musyawarah.
B.Kepribadian Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib memiliki badan yang sedang, kepalanya botak, berkulit sawo matang, rambut dan jenggotnya lebat. Ali memiliki wajah yang tampan, murah senyum, dan bila berjalan menundukkan badan
Ali bin Abi Thalib terkenal seorang khalifah yang sangat adil. Dalam memutuskan suatu perkara ia berpihak kepada yang benar walaupun bukan orang Islam. Ia dikenal sebagai seorang yang pemimpin yang sederhana, pemberani dan memiliki keahlian dalam berperang.
Ali bin Abi Thalib sebagai seorang pemimpin yang sangat sederhana, Ia tidak berani  mengambil uang dari Baitul Mal, walaupun sebenarnya ia bisa melakukannya. Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib pernah pergi ke pasar dan membawa pedangnya untuk ditawarkan kepada orang lain yang mau membelinya.
Selain terkenal sebagai seorang pemimpin yang adil dan sederhana, Ia juga terkenal sebagai seorang yang sangat berani sejak kecil. Pada saat usianya masih sangat muda, dia mengikuti beberapa peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dan orang kafir. Dia mengikuti Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandak. Pada Perang Khandak dia berhasil membunuh  seorang panglima Arab yang terkenal, yaitu Amru bin Abdi Wud Al Amri.
Demikianlah contoh-contoh keberanian Ali bin Abi Thalib dalam menegakkan agama Islam. Kita sebagai umat Islam harus berani memperjuanggakan kebenaran ajaran Islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib.
C.Perjuangan Ali bin Abi Thalib dalam membela Rasulullah
Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam sering mendapat perlawanan dan rintangan dari Kaum Kafir Qurays. Ketika Kaum Kafir Qurays mencemooh Nabi Muhammad karena menyebarkan ajaran Islam, Ali bin Abi Thalib pernah berkata:” Aku siap menjadi penolongmu yang setia wahai Rasulullah. Aku berjanji akan memerangi orang-orang yang engkau perangi!” Mendengar perkataan Ali bin Abi Thalib tersebut Rasulullah merasa terharu dan yakin bahwa Ali bin Abi Thalib kelak akan menjadi seorang yang pemberani.
Perjuangan Ali bin Abi Thalib terhadap Rasulullah yang paling besar yaitu pada saat Rasulullah menjalankan hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar As Siddiq. Saat itu dengan keberaniannya yang luar biasa Ali bin Abi Thalib tidur di tempat Rasulullah. Padahal saat itu puluhan pemuda Kafir Qurays dengan pedang terhunus telah mengepung rumah Rasulullah dan bersiap untuk membunuh Beliau. Mereka menyerbu masuk ke rumah Rasulullah dan langsung menuju kamar Rasulullah dengan maksud untuk membunuh. Namun Ali bin Abi Thalib menghadapinya dengan tenang tanpa rasa takut sedikitpun. Dengan demikian ia menjadi orang pertama yang rela menjadi Fida’ atau tebusan untuk Nabi Muhammad. Keesokan harinya, Ali bin Abi Thalib pergi hijrah sendiri ke Madinah dengan berjalan kaki.
Setelah hijrah ke Madinah, Ali bin Abi Thalib semakin giat dalam berdakwah. Begitu pula dalam membela dan mempertahankan agama Islam.
Setahun setelah hijrah ke Madinah, Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah putrid Nabi Muhammad. Pada saat itu Ali bin Abi Thalib berusia 20 tahun, dan  Fatimah  berusia 15 tahun. Nabi Muhammad memilih Ali bin Abi Thalib sebagai menantunya karena Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemuda yang arif dan bijaksana. Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang pertama kali memeluk Islam.
Ali bin Abi Thalib terlibat langsung dalam berbagai pertempuran melawan orang-orang yang ingin menghancurkan Islam.
Dalam setiap peperangan Ali bin Abi Thalib selalu berada di garis depan, kecuali pada saat perang Tabuk, karena pada saat itu Ali bin Abi Thalib ditugaskan untuk mengurusi orang Madinah menggantikan Rasulullah. Nabi Muhammad mewariskan sebilah pedang bernama “Zul- faqar”  kepada Ali bin Abi Thalib
Karena keberaniannya inilah Ali bin Abi Thalib mendapat gelar ”Saifullah” yang artinya pedang Allah. Karena tidak terhitung orang kafir Qurays yang meninggal dunia karena pedangnya, sebab ia hampir mengikuti setiap peperangan melawan orang kafir.
D.Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi Khalifah
Setelah Khalifah Usman bin Affan meninggal dunia, kaum muslimin meminta kesediaan Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah. Namun permintaan itu tidak diterima oleh Ali bin Abi Thalib. Karena desakan rakyat sangat kuat maka akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima jabatan khalifah itu dan bersedia untuk dibaiat. Rakyat kemudian membaiat Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah.
Kaum muslimin menaruh harapan yang sangat tinggi agar Ali bin Abi Thalib dapat menyelesaikan  berbagai persoalan yang muncul dan sedang dihadapi serta dapat memperbaiki keadaan negara yang kacau karena pemberontakan dari orang-orang yang tidak puas atas kepemimpinan Usman bin Affan. Demikian pula Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam ikut membaiat Ali bin Abi Thalib, walaupun sebelumnya mereka tidak menyetujuinya.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah dilakukan secara demokratis yaitu pemilihan dan penunjukannya dilakukan oleh umat Islam secara muyawarah, bukan atas dasar penunjukan  oleh orang tertentu dan bukan pula karena warisan dari khalifah sebelumnya.
Walaupun begitu, sebagian kaum muslimin ada yang tidak setuju atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah. Mereka bahkan secara terang-terangan menolak dan menentangnya. Mereka yang menolak ini adalah sebagian besar dari golongan Bani Umayah yang dipelopori oleh para  wali atau gubernur dan pejabat yang diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan. Mereka menolak karena takut mereka akan dipecat oleh Ali bin Abi Thalib.
E.Kecintaan Ali bin Abi Thalib pada Ilmu Pengetahuan
Kecintaan Ali bin Abi Thalib pada ilmu pengretahuan  sangat besar. Oleh karena itu Ali dikenal sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuannya. Apabila Rasulullah akan mengajarkan sesuatu hal kepada para sahabat lain, Ali bin Abi Thalib bertanya terlebih dahulu kepada Beliau. Setelah Rasulullah menjawab pertanyaan Ali bin Abi Thalib, barulah Beliau menyampaikan sesuatu hal kepada para sahabat.
Ali bin Abi Thalib seperti orang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia dikenal sebagai seorang yang pandai dalam banyak hal. Umar bin Khattab pernah berkata bahwa Ali pandai dalam bidang hukum. Ia juga dikenal sebagai seorang yang pandai dalam ilmu waris. Aisyah pernah memuji, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling mengetahui tentang sunah Rasul.
Pada masa pemerintahannya, Ali bin Abi Thalib menugaskan Abul Aswad Ad Duali untuk mengarang buku tentang ilmu Bahasa Arab. Dari buku inilah umat Islam dapat mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadis yang berbahasa Arab.
Ali bin Abi Thalib juga dikenal sebagai seorang yang cerdas dan menguasai banyak ilmu keagamaan. Nabi Muhammad  pernah bersabda,” Aku kota ilmu pengetahuan, sedangkan Ali adalah pintu gerbangnya.” Oleh karena itu  khalifah-khalifah sebelumnya banyak yang mendengarkan nasehat dan fatwa dari Ali bin Abi Thalib.
F.Pemberontakan pada masa Ali bin Abi Thalib
Terbunuhnya Usman bin Affan menjadi permasalahan yang sangat sulit bagi Ali bin Abi Thalib. Karena banyak pihak terutama pihak keluarganya yang menuntut atas kematian Usman bin Affan. Mereka menuntut  agar pembunuh Usman bin Affan segera ditemukan dan dihukum. Apabila Ali bin Abi Thalib tidak menemukan pembunhnya, maka ia dianggap sebagai pembunuhnya. Hal ini sangat berat bagi Ali bin Abi Thalib. Keadaan inilah yang akhirnya menimbulkan beberapa pemberontakan seperti:
1.Pemberontakan Thalhah, Zubair bin Awwam dan Aisyah tahun 36 H atau 656 M.
Pemberontakan ini adalah pemberontakan pertama yang terjadi pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Ketiga orang itu menuntut bela atas kematian Usman bin Affan. Pada mulanya mereka ikut membaiat Ali bin Abi Thalib, namun karena tuntutannya tidak dikabulkan oleh Ali bin Abi Thalib, mereka mencabut baiatnya dan pergi ke Basrah.
Ali bin abi Thalib berusaha menyelesaikan permasalahan ini, namun tanpa kekerasan. Ia mengirimkan surat kepada Thalhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam untuk berunding, namun mereka tidak menanggapi. Akhirnya peperangan tidak dapat dihindari.
Dalam peperangan ini Aisyah mengendarai unta untuk menghadapi musuhnya. Oleh karena itu peperangan ini disebut dengan “Perang Jamal atau Jangi Jamal.” Sebagai salah seorang panglima perang yang tangguh Akhirnya Ali bin Abi Thalib berhasil mengalahkan mereka. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mati terbunuh pada saat akan melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan  dan  dikirim kembali ke madinah dengan ditemani saudaranya , Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq. Aisyah tetap dihormati sebagai “Ummul Mukminin.”
Sejak saat itu Basra menjadi kekuasaan Ali bin Abi Thalib secara penuh. Setelah peristiwa ini Ali bin Abi Thalib langsung menuju Kufah untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan.
2.Pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan
Muawiyah bin Abi sofyan dan para pendukungnya tidak pernah mengakui pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Mereka menganggap Ali bin Abi Thalib bersekongkol dengan para pemberontak untuk membunh Usman bin Affan. Oleh karena itu mereka menuntut Ali bin Abi Thalib untuk menghukum para pembunuh Usman bin Affan sesegera mungkin. Hal in jelas sangat susah untuk dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib.
Setelah perang Jamal selesai, Ali bin Abi Thalib berangkat ke Damaskus, namun ternyata pasukan Muawiyah bin Abi sufyan sudah menghadang di daerah Siffin. Ali bin Abi Thalib mengajak untuk dilakukan perundingan damai dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, namun Muawiyah tidak mau dan terjadilah peperangan antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan pasukan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dalam peperangan ini pasukan Ali bin Abi Thalib dapat mengalahkan pasukan Muawiyah yang hampir hancur. Peperangan ini terkenal dengan sebutan perang “Siffin.”
Pada saat  pasukan Muawiyah sudah diambang kehancuran, mereka mengusulkan untuk menghentikan peperangan dan dilakukan perundingan damai. Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash dan pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari.
Pada awalnya Amr bin Ash mengatakan bahwa Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib harus meletakkan jabatannya.  Kemudian umat Islam akan memilih pemimpinnya. Setelah keduanya meletakkan jabatannya, Amr bin Ash mengumumkan bahwa Muawiyah menjadi khalifah untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut. Melihat kecurangan tersebut pihak Ali bin Abi Thalib sangat marah. Mereka mendesak Ali bin Abi Thalib untuk meneruskan peperangan. Namun Ali bin Abi Thalib menolak permintaan tersebut dengan alasan Ali bin Abi Thalib akan menerima hasil perundingan. Mereka tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib, akhirnya mereka memisahkan diri dari kelompok Ali bin Abi Thalib. Mereka akhirnya disebut dengan golongan atau kaum Khawarij, artinya orang yang keluar.
3.Pemberontakan Kaum Khawarij
Kaum Khawarij adalah kaum  yang keluar atau memisahkan diri dari golongan Ali bin Abi Thalib. Mereka menyatakan perang terhadap kelompok Ali bin Abi Thalib dan kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan.
Pada tahun 658 M, Ali bin Abi Thalib menyerang Kaum Khawarij di Nahrawan. Kaum Khawarij berhasil dihancurkan oleh pasukan Ali bin Abi Thalib.
G.Akhir Hayat Ali bin Abi Thalib
Kekalahan kaum khawarij dalam perang Nahrawan membuat mereka semakin dendam. Mereka terus menerus membuat kekacauan bagi kaum muslimin. Di pihak lain kekuatan Muawiyah bin Abi Sufyan semakin kuat. Pada tahun 658 M, Amru bin Ash berangkat ke Mesir dan berhasil menaklukkannya. Hal itu membuat kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan semakin luas.
Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sofyan dan Amru bin Ash. Ketiga orang tersebut dianggap sebagai orang yang yang menyebabkan perpecahan umat Islam. Mereka menetapkan tiga orang untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka adalah :
1.Abdurrahman bin Muljam bertugas membunuh Ali bin Abi Thalib
2.Barak bin Abdillah bertugas membunuh Muawiyah bin Abu Sofyan di Damaskus
3.Amr bin Bakar at Tamimi bertugas membunuh Amru bin Ash di Mesir
Diantara ketiganya itu hanya Abdurrahman bin Muljam yang berhasil membunuh Ali bin Abi Thalib. Ia menusuk Ali bin Abi Thalib ketika sedang mengerjakan salat subuh. Ali bin Abi Thalib meninggal pada Bulan Ramadhan tahun 40 H (661 M) dalam  berusia 60 tahun.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ali bin Abi Tholib Sang Pedang Allah "

Post a Comment